|
ASAL
MUASAL: lahir dari spekulasi
Hampir seluruh pendiri
sosiologi (dan ilmu sosial) lahir dari spekulasi. Akibatnya, sosiologi
seringkali berteman erat dengan ideologi-ideologi berat dunia: sosialisme,
kapitalisme, fasisme, dan sebagainya, termasuk demokrasi sekalipun. Jalan
ilmu sosial menyimpang dari ilmu-ilmu alam, karena ilmu alam relatif hampir
bebas dari ideologi-ideologi tersebut. Sosiologi mungkin memang ditakdirkan
menjadi peletak dasar kebijakan penguasa, dan melalui hal ini ideologi
berkarib dengan sosiologi.
Bagaimana sistem
sosial terbentuk dan dari mana keteraturannya muncul? Pertanyaan ini mengganggu
filsuf Thomas Hobbes (1588-1679), sebagai
orang pertama yang memisahkan antara negara dan masyarakat. Menurutnya
keteraturan masyarakat berasal dari otoritas negara. Ketika ditanya, dari
mana asalnya negara? Ia menunjukkan bahwa negara berasal dari kontrak
sosial dari masyarakat primer yang melimpahkan kedaulatan, kekuasaan untuk
mengatur masyarakat. Pendapat ini banyak menjadi inspirasi penelitian
kontemporer belakangan ini.
Pada saat-saat ini
pula, Giambattista Vico (1668-1744), filsuf
Italia terkenal, melihat sisi lain dari sistem sosial. Ia memperhatikan
tentang sejarah dari masyarakat. Pemikiran spekulatifnya yang terkenal
adalah pendapatnya tentang sejarah siklis (dapat diartikan berulang).
Mula-mula ada MASA AGAMA DEWA-DEWA, terbentuknya keluarga dan komunitas-komunitas
kecil dari masyarakat yang terpecah-pecah. Masa ini diakhiri dengan MASA
PAHLAWAN, masyarakat utuh terbentuk namun masih terpecah-pecah, kelas
bangsawan, kelas budak, dan sebagainya. Akhirnya muncul MASA MANUSIA,
di mana orang memberontak dan masyarakat hidup dalam kesetaraan tanpa
strata kelas. Secara siklis hal ini berulang lagi, karena kesetaraan masyarakat
tersebut membawa perpecahan dari masyarakat menjadi komunitas-komunitas
kecil lagi dan seterusnya tak pernah henti.
Terinspirasi dari
Vico, filsuf jerman, Georg Wilhelm Friederich Hegel
(1770-1831), menyatakan bahwa masyarakat memang ber-referensi terhadap
sejarahnya. Namun berbeda dengan pandangan spekulatif dari Vico, ia menunjukkan
triad dialektika yang terkenal: tesis-antitesis-sintesis. Suatu hal yang
(tesis) akan memunculkan lawannya (antitesis). Keduanya bergabung menjadi
sintesis. Di kemudian hari, sintesis ini akan menjadi tesis lagi yang
akan ditantang lagi oleh antitesis, demikian seterusnya. Yang menarik,
ketika bertanya tentang bagaimana keteraturan sedemikian terjadi, Hegel
mengusulkan adanya ide mutlak, ide absolut, yang menjadi referensi dari
kesemua hal ini. Pikiran-pikiran ini menjadi inspirasi besar bagi banyak
filsuf dan sosiolog awal-awal.
|
Life
in the state of nature is solitary, poor, nasty, brutish, and
short.
|
Thomas Hobbes
|
Uniform
ideas originating among entire peoples unknown to each other must
have a common ground of truth
|
Giambattista
Vico
|
The
only thing we learn from history is that we learn nothing from
history.
|
G W F Hegel
|
|
LEWIS
COSER, Masters of Sociological Thought: Ideas in Historical And Social
Context. Harcourt Brace Jovanovich, Inc., 1971.
KENNETH
THOMPSON, Auguste Comte: The Foundation of Sociology, Wiley,
1975.
JOHN
STUART MILL, Auguste Comte and Positivism, University of Michigan
Press, 1961.
|
ASAL-MUASAL:
menelaah spekulasi
Auguste
Comte (1798-1857),
filsuf positifis Perancis, yang mencoba menyusun spekulasi-spekulasi alam
filosofi ini. Ia merupakan orang yang menggunakan istilah SOSIOLOGI pertama
kali, dengan terinspirasi pada fisika yang santer dikerjakan oleh bapak
fisika dunia saat itu, Isaac Newton (1642-1727),
sebagai ilmu yang mempelajari hukum-hukum alam. Ia menunjukkan bahwa sosiologi
merupakan ilmu yang mempelajari hukum-hukum yang mengatur kehidupan sosial.
Telaah spekulatif
Comte ini diteruskan oleh filsuf sosial Inggris, Herbert
Spencer (1820-1903). Ia sangat dipengaruhi oleh biolog pencetus
ide evolusi sebagai proses seleksi alam, Charles
Darwin (1809-1882), dengan menunjukkan bahwa perubahan sosial juga
adalah proses seleksi. Masyarakat berkembang dengan paradigma Darwinian:
ada proses seleksi di dalam masyarakat kita atas individu-individunya.
|
unlike
physics and chemistry, which proceed by isolating elements, biology
proceeds from the study of organic wholes. And it is this emphasis
on organic or organismic unity that sociology has in common with
biology
there can be no scientific study of society either
in its conditions or its movements, if it is separated into portions,
and its divisions are studied apart. The only proper approach
in sociology consists in viewing each element in the light
of the whole system
In the inorganic sciences, the elements
are much better known to us than the whole which they constitute:
so that in that case we must proceed from the simple to the compound
|
Auguste Comte
|
|
ADAM
SMITH, The Wealth of Nations, Random House, 1937
|
ASAL-MUASAL:
sosiologi di antara ilmu dan kepentingan kekuasaan
Dari sini mulailah
sosiologi berkembang. Sejak awal kelahiranya, sosiologi menggembung sebagai
ilmu yang benar-benar mempelajari tubuh masyarakat, sementara masyarakat
sendiri pun tersusun atas teka-teki yang sama rumit dan sulitnya, manusia,
makhluk yang memiliki kemampuan paling tinggi di seluruh permukaan bumi.
Dan semuanya memang
spekulasi. awal-awal sosiologi distrukturkan adalah memang awal-awal yang
penuh pandangan spekulatif. Lantas, bagaimana kabarnya kemudian. Bagaimana
sosiologi akhirnya berkolaborasi dengan kekuasaan? Bagaimana ia hidup
dan berkembang sehingga menjadi sandaran kebijakan negara terhadap masyarakat?
Bagaimana sosiologi terkadang tercampur aduk dengan ideologi? Jawaban-jawaban
pertanyaan yang diajukan belum juga terjawab. Belum lagi tatkala sosiologi
lebih menggembung lagi saat harus berkaitan dengan modal dan kekayaan,
uang, ekonomi. Adam Smith (1723-1790), yang
ditahbiskan sebagai pendiri ilmu ekonomi mencoba memberikan jawaban. Namun,
lagi-lagi, zaman itu memang zaman yang penuh spekulasi.
Smith menelurkan
buah pikirannya dalam The Wealth of Nations,
sebuah upaya serius yang ingin memisahkan studi politik ekonomi dari ilmu
politik bahkan etika. Ia mengajak pemikir untuk fokus terhadap proses
di mana kekayaan ekonomi diproduksi, terdistribusi, dan menunjukkan sumber
awal dari seluruh pendapatan ekonomi manusia dan bagaimana pendapatan
ini tersebar di antara manusia, mulai dari proses sewa-menyewa, gaji-menggaji,
dan keuntungan dalam perdagangan. Intinya, bagi Smith, adalah bahwa proses
produksi dan distribusi ini harus lepas dari campur tangan pemerintah,
perdagangan bebas, laissez faire. Proses ekonomi hanya akan berjalan melalui
tangan-tangan tak kelihatan yang mengatur bagaimana produksi dan distribusi
kekayaan ekonomi itu berjalan secara adil. Biarkan para pengusaha, karyawan,
penjual, bekerja mencari keuntungan sendiri. Siapapun tak boleh mencampurinya,
karena ekonomi hanya bisa muncul dari perdagangan yang adil. Karenanya,
pemerintah harus menjadi penonton tak berpihak. Ia tak boleh mendukung
siapapun yang sedang menumpuk kekayaan pun yang tak lagi punya kekayaan.
Tangan-tangan yang tak kelihatan akan menunjukkan bagaimana semua bekerja
secara adil, secara fair.
Pandangan ini melahirkan
kapitalisme. Smith yang tadinya ingin memisahkan ekonomi dari politik
tak sadar bahwa justru pandangannya telah merasuki politik. Ekonomi pada
masa awal telah menjadi ibu kandung dari sebuah ideologi dunia yang terus
berkembang hingga saat ini, kapitalisme...
|
Every
individual is continually exerting himself to find out the most
advantageous employment for whatever capital he can command.
|
Adam Smith
|
|
ALEXIS
DE TOCQUEVILLE, Democracy in America, Knopf, 1945.
KARL
MARX, Capital, 3 volumes, International Publishers, 1967.
KARL
MARX & FREDERIC ENGELS, The German Ideology, International
Publishers, 1947.
JOHN
STUART MILL, Auguste Comte and Positivism, University of Michigan
Press, 1961.
|
ASAL-MUASAL:
negara, ekonomi, pemerintah, dan spekulasi tentangnya
Cerita tentang spekulasi
masih terus, tapi tak lagi berbicara hal-hal di awang-awang. Para filsuf
sosial mulai berbicara tentang hal-hal teknis dan bagaimana mengatur masyarakat
dengan ilmu yang berdiri di atas spekulasi ini.
Karl
Marx (1818-1883),
filsuf sosial Jerman yang sangat terkenal itu menantang pandangan kapitalisme
yang telah berhasil menjadi landasan struktur ekonomi. Dalam bukunya yang
ditulis dalam 3 volume, ia menelaah apa yang tengah terjadi saat itu yang
ditemuinya dalam kesehariannya. Ia dibantu sahabatnya, Frederic
Engels (1820-1895), mereka berdua mendirikan sosialisme ilmiah,
komunisme. Tak lagi berbicara ide-ide, berbicara soal dunia dewa-dewa,
mereka membedah situasi masyarakat yang ada. Mereka melihat bagaimana
kapitalisme gagal dan banyak membuat orang sengsara. Filsafatnya berusaha
membumi. Namun bagaimana akibatnya? Jika Smith berusaha memisahkan ekonomi
politik dengan politik negara, Marx dan Engels menggabungkan keduanya.
Penting bagi mereka untuk melihat persaingan, kompetisi, sebagai hal yang
mesti dicampuri. Keadilan tak diperoleh dengan membebaskan penguasa ekonomi
menjadi lebih kuat dari penguasa politik. Ilmu politik mereka bersandar
pada ekonomi dan pandangan materialisme yang melihat secara nyata keadaan
sekitar, mereka mencoba meramal, suatu saat akan ada perubahan sosial
yang dahsyat yang mengganggu ekonomi yang berlandaskan kapitalisme. Teorinya
adalah tentang teori perjuangan kelas ekonomi: kelas ekonomi lemah dan
kelas ekonomi kuat. Ekonomi lemah akan melakukan perjuangan perubahan
nasib atas penindasan ekonomi kuat. Semuanya bersifat teoretis dan keilmuan
bagi mereka, meski tetap dipengaruhi oleh berbagai spekulasi pendahulu
mereka. Namun nasib pandangan keduanya yang ingin membentuk teori ilmiah
menjadi lain saat bertemu dengan kondisi praktis dari politik. Jauh setelah
mereka meninggal dunia, dunia terbelah dua, komunis versus kapitalis.
Keduanya berevolusi dengan permainan politik yang implementatif dan praktis
yang jauh dari perkiraan sebelumnya. Politikus "mempermainkan"
teori-teori mereka sedemikian untuk mempercepat revolusi, taktis, strategis,
dan sudah tak lagi menjadi ilmiah, karena buku Marx menjadi kultus. Sistem
ekonomi negara komunis dipusatkan pada pemerintah. Setiap hari menjadi
revolusioner, terjadi keresahan, hingga negara-negara komunis runtuh di
kemudian hari.
Bagaimana nasib sosiologi?
Di beberapa negara komunis ilmu politik dan ideologi menguasai sosiologi.
sangat sedikit perkembangan sosiologi di negeri komunis yang memang berkecenderungan
menjadi diktator bahkan fasis. Sosiologi masih berkembang. Ia malah belajar
banyak dari kemelut dan krisis sosial yang ada.
Pada zaman yang tak
begitu jauh dari Marx, Alexis de Tocqueville
(1805-1859), ilmuwan politik sekaligus bangsawan Perancis, menulis buku
tentang demokrasi. Sedikit ia berbicara soal ekonomi. Ia mempelajari cara
berpolitik orang Amerika Serikat. Tocqueville mencatat dan secara sederhana
menganalisis politik Amerika, mengapa? Karena baginya, situasi di Amerikalah
satu-satunya tempat di dunia di mana pikiran-pikiran sosiologis yang tadinya
berkembang di Eropa diuji secara bebas dalam masyarakat. Salah satu kesimpulannya
tentang demokrasi yang sangat menarik adalah keyakinannya bahwa pendapat
publik juga dapat berubah menjadi tirani yang juga menindas masyarakat,
tak berbeda dengan tirani pada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seoarang
raja yang diktator.
Lain lagi di Inggris,
filsuf John Stuart Mill (1806-1873), banyak
berbicara dan menyumbangkan pikiran dalam bidang ilmu politik ekonomi,
logika, dan etika. Dalam tradisi dan aliran filsafat, Mill dikenal memiliki
karakter pemikiran yang sangat dipengaruhi oleh empirisisme di Inggris
yang terpengaruh oleh filsuf David Hume (1711-1776)
dan utilitarianisme Jeremy Bentham (1748-1832),
filsuf Inggris lainnya.
Dalam kajian filsafat,
secara sederhana, empirisisme merupakan doktrin filsafat yang menekankan
bahwa semua pengetahuan harus disandarkan pada pengalaman, dan menolak
kemungkinan munculnya gagasan yang muncul tiba-tiba tanpa proses mengalami.
Di sisi lain, utilitarianisme merupakan doktrin etika yang menunjukkan
bahwa apa-apa yang baik adalah apa-apa yang memiliki kegunaan, dan nilai
etis dari setiap tindakan dilihat dari kegunaan yang diperoleh sebagai
hasil dari tindakan tersebut. Kedua pemikiran inilah yang menjadi tempat
berpijak sosiologi primitif dari Mill.
Pemikiran Mill yang patut dicatat adalah tentang kebebasan individual
dan bahwa kebijakan apapun dari pemerintah tidak boleh bertentangan dengan
kebebasan individu. Agak mirip dengan Tocqueville, Mill menekankan bahwa
kebebasan individual dapat terancam baik oleh pendapat sosial maupun oleh
tirani politik. Secara praktis, Mill juga memiliki beberapa pendapat soiologis
yang menarik, seperti kepemilikan sumber daya alam oleh individu, kesamaan
antara laki-laki dan perempuan (kesetaraan gender), pentingnya pendidikan,
dan keluarga berencana.
|
Capital
is money, capital is commodities. By virtue of it being value,
it has acquired the occult ability to add value to itself. It
brings forth living offspring, or, at the least, lays golden eggs.
|
Marx & Engels
|
Here
it is that humanity achieves for itself both perfection and brutalization,
that civilization produces its wonders, and that civilized man
becomes again almost a savage
|
Alexis de Tocqueville
|
The
only part of the conduct of anyone for which he is amenable to
society is that which concerns others. In the part which merely
concerns himself, his independence is, of right, absolute. Over
himself, over his own body and mind, the individual is sovereign....
|
John Stuart
Mill: antara Hume dan Bentham
|
|