EMILE
DURKHEIM, Suicide, translated by J. A. Spaulding and G. Simpson,
Free Press, 1966.
EMILE
DURKHEIM, The Rules of Sociological Method, translated by S. A.
Solovay & J. H. Mueller, Free Press, 1964.
EMILE
DURKHEIM, The Division of Labor in Society, translated by G. Simpson,
Free Press, 1964.
TALCOTT PARSONS, The Social System, Free Press, 1951.
TALCOTT PARSONS, The Structure of Social Action,
McGraw-Hill, 1937.
ROBERT
K. MERTON, Social Theory and Social Structure, Free Press, 1969.
ROBERT
K. MERTON, "Sociological Theory", The American Journal
of Sociology 50(6):462-73, 1945.
|
MERETAS
JALAN SOSIOLOGI: fungsionalisme
Sebuah
pemerintahan negara biasanya memiliki sebuah lembaga informal yang mengumpulkan
diskusi di antara berbagai macam ahli dari berbagai disiplin ilmu, mulai
dari teologi, fisika, kimia, biologi, sosiologi, kriminologi, antropologi,
ekonomi, aktivis LSM, dan sebagainya. Bagaimana kira-kira diskusi mereka
jika ada sebuah isu yang dilemparkan ke mereka sebagai titik tolak kebijakan
yang dilakukan pemerintahnya? Bisa kita bayangkan bahwa dari satu isu
kecil, maka berbagai macam perdebatan bisa muncul di sana. Masing-masing
berbicara dari sudut pandang masing-masing, karena mereka memang memiliki
fungsi yang berbeda dalam masyarakat, demikian pula hasil pengamatan mereka
dan pendapat mereka. Fungsi-fungsi apa yang membentuk struktur masyarakat?
Bagaimana jika salah satu atau beberapa fungsi tersebut lumpuh? Coba bayangkan
tubuh manusia yang ginjalnya sakit, atau kakinya terkilir, giginya berlubang,
atau bibirnya terkena sariawan. Maka tubuhnya akan runtuh, jatuh dan tak
mampu lagi beraktivitas sebagaimana biasa. Seluruh tubuh rasanya sakit,
mendengar suara berisik sedikit saja kemarahan meledak, kepala nyut-nyut-nyut,
padahal sebenarnya hanya karena gigi yang sakit. Fungsionalisme melihat
sistem sosial ibarat tubuh, yang jika satu bagian sakit, maka seluruh
anggota tubuh lain harus diupayakan menyembuhkannya, agar ia dapat beraktivitas
seperti biasa.
Emile
Durkheim (1858-1917),
sosiolog Perancis yang pikirannya sangat dipengaruhi oleh Auguste Comte,
merupakan sosiolog yang sangat mendambakan pendekatan ilmiah dalam memahami
fenomena sosial. Teorinya berawal dari pemahaman bahwa kelompok manusia
memiliki sifat yang lebih dari atau sama dengan jumlah dari sifat-sifat
individual yang menyusun kelompok tersebut. Dari sini ia menerangkan banyak
hal, bahwa sistem sosial seimbang oleh karena adanya nilai-nilai yang
dianut bersama oleh individu, seperti nilai moral dan agama. Inilah yang
mengikat individu dalam kelompok masyarakat. Rusaknya nilai-nilai ini
berarti rusaknya kesetimbangan sosial; melalui ketidaknyamanan pada individu-individu
masyarakatnya. Contohnya yang terkenal adalah kasus bunuh diri. Menurutnya,
orang bunuh diri karena hilangnya rasa memiliki dan dimiliki orang tersebut
dalam masyarakat.
Secara ekstrim, fungsionalis
berfikir bahwa masyarakat pada awalnya disusun oleh individu yang ingin
memenuhi kebutuhan biologisnya secara bersama, namun pada akhirnya berkembang
menjadi kebutuhan-kebutuhan sosial. Kelanggengan kolektif ini membentuk
nilai masyarakat, dan nilai inilah yang membuat masyarakat tetap seimbang.
Sosiolog Amerika
Serikat, Talcott Parsons (1902-1979), diklaim
sebagai seorang fungsionalis. Teorinya didasarkan pada mekanisme sosial
dalam masyarakat dan prinsip-prinsip organisasi di dalamnya. Pengembangan
ini disebut juga struktural-fungsionalisme. Dalam pandangan ini, masyarakat
tersusun atas bagian-bagian seperti misalnya rumah sakit, sekolah, pertanian,
dan seterusnya yang terbagi berdasarkan fungsinya.
Secara ringkas, fungsionalis
melihat masyarakat ibarat sebuah organisme, makhluk hidup yang bisa sehat
atau sakit. Ia sehat jika bagian-bagian dari dirinya (kelompok fungsional,
individu) memiliki kebersamaan satu sama lain. Jika ada bagiannya yang
tidak lagi menyatu secara kolektif, maka kesehatan dari masyarakat tersebut
terancam, atau sakit. Dalam hal ini hukuman/sanksi sosial terhadap penjahat
dapat dipandang sebagai cara untuk mencegah sakitnya sistem sosial.
Salah seorang fungsionalis
Amerika yang lain, Robert K. Merton (1911-2003)
menggunakan terminologi fungsionalisme taraf menengah. Secara teoretis,
Merton memiliki perspektif yang sama dengan sosiolog fungsionalisme pendahulunya,
namun yang menjadi sorotan utamanya adalah pengembangan teori sosial taraf
menengah. Dalam pengertian Merton, teori taraf menengah adalah teori yang
terletak di antara hipotesis kerja yang kecil tetapi perlu, yangberkembang
semakin besar dari hari ke hari, dan usaha yang mencakup semuanya untuk
mengembangkan suatu teori terpadu yang akan menjelaskan semua keseragaman
yang diamati dalam perilaku sosial, organisasi sosial, dan perubahan sosial.
Hal ini adalah responnya terhadap semangat Parsons yang hingga akhir hidupnya
ingin menyelesaikan teori tunggal tentang sistem sosial (grand unified
social theory).
Menurut Merton, teoretisi
sosial dalam pengamatannya harus membedakan antara motif dan fungsi sosial.
Motif sosial itu lebih bersifat pribadi daripada fungsi sosial itu sendiri.
Misalnya, dalam sebuah masyarakat terdapat doktrin yang mengandung fungsi
sosial untuk mempertahankan komunitas tersebut, yaitu mempunyai anak.
Jika seseorang melahirkan anak, kebahagiaan orang tersebut dan keluarganya
lebih kepada motif pribadi, cinta kasih, penyesuaian diri dengan kondisi
sosial, dan sebagainya lebih daripada fungsi sosialnya yaitu untuk mempertahankan
komunitas. Dalam hal ini, perlu dibedakan dua fungsi sosial, yaitu fungsi
manifes dan fungsi laten. Fungsi manifes adalah fungsi yang diketahui
dan dimafhumi oleh individu-individu dalam sistem sosial tersebut, sementara
fungsi laten adalah fungsi yang tak diketahui. Hal ini menjelaskan tentang
terjadinya pola-pola konsekuensi disfungsional dari tindakan individu
dalam masyarakat. Disfungsional maksudnya konsekuensi yang justru memperkecil
kemampuan bertahannya masyarakat tersebut. Contoh yang menarik untuk ini
adalah berkembangnya sekte agama atau suku tertentu; jelas sekali fungsi
manifes yang terkandung dari ajaran atau doktrin yang ada dalam agama
atau suku tersebut adalah untuk membangun solidaritas sesama manusia dalam
kelompok tersebut. Namun di sana terdapat fungsi laten, yaitu fanatisme
kelompok yang besar, yang bisa memunculkan disfungsi konsekuensi, perang
atau teror antar kelompok agama atau suku yang justru sangat berbeda maksudnya
dengan fungsi manifesnya, yaitu membangun solidaritas sesama manusia dalam
kelompok yang lebih besar.
|
Man
could not live if he were entirely impervious to sadness. Many
sorrows can be endured only by being embraced, and the pleasure
taken in them naturally has a somewhat melancholy character. So,
melancholy is morbid only when it occupies too much place in life;
but it is equally morbid for it to be wholly excluded from life.
|
Emile Durkheim
|
It
is possible to have scattered and unintegrated bits of knowledge,
and to assent to the "truth" of further scattered
bits as they are called to one's attention. This type of knowledge
does not, however, constitute "science " in the sense
in which this study is interested in it.
|
Talcott Parsons
|
As
the numbers of sociologists have increased, they have become...
more differentiated. It is now possible to identify some thirty
to forty fields of prime specialization in sociology...
|
R K Merton
|
|
CLAUDE
LEVI-STRAUSS, The Elementary of Structures of Kinship, Beacon
Press, 1969.
PETER
BLAU, Exchange and Power in Social Life, Wiley, 1964.
|
MERETAS
JALAN SOSIOLOGI: pertukaran sosial
Kalau
kita berteman dengan seseorang, mungkinkah kita tidak mengharapkan sesuatu
apapun darinya? Kita ingin dia membantu kita dalam kesusahan, mendengar
dan memberi nasihat tatkala kita membutuhkan, menghibur tatkala lagi be-te,
dan seterusnya. Mengapa hal ini terjadi? Karena memang persahabatan juga
membutuhkan biaya, dan setelah biaya itu dibayarkan dalam persahabatan
tentu kita membutuhkan imbalan dari biaya tersebut.
Hal-hal individualistik
seperti ini yang menjadi dasar pijak teori pertukaran sosial, sebuah teori
sosial yang bersandar pada perilaku antar individu. Teori ini dicoba distrukturkan
oleh sosiolog Inggris, George Homans (1910-1989),
yang saat itu berseteru secara teoretis dengan antropolog Perancis, Claude
Levi-Strauss. Levi-Strauss banyak berkecimpung dalam penelitian
masyarakat primitif, dan menurutnya pertukaran sosial adalah hal yang
paling bisa menggambarkan motif interaksi antara manusia secara primitif.
Hal ini diamatinya mulai dari proses pernikahan dan sistem kerabatan masyarakat
primitif. Ia menunjukkan bagaimana pertukaran dalam sistem sosial dapat
berupa pertukaran terbatas (restricted exchange) dan pertukaran
diperluas (generalized exchange).
Pertukaran terbatas ada di antara dua orang (dyad) secara langsung, digambarkan:
A <-> B, C
<-> D, dan seterusnya.
Pertukaran diperluas
ditemukan dengan melibatkan banyak orang (triadik dan seterusnya), misalnya
interaksi:
A -> B -> C
-> A, dan seterusnya.
Sebagai contoh, Levi-Strauss
menunjukkan bahwa pola di mana seseorang mengawini putri saudara ibunya
menyumbangkan tingkat solidaritas sosial yang lebih tinggi daripada pola
lain di mana seeorang mengawini putri saudara bapaknya. Menurutnya, hal
ini terjadi karena pola perkawinan terdahulu, yaitu perkawinan putri saudara
ibu lebih sering terjadi dalam masyarkat primitif daripada pola kedua.
Hal ini dijelaskannya secara detail melalui model pertukaran terbatas
dan pertukaran diperluas.
Homans, mengajukan
tiga konsep yang berbeda untuk menjelaskan pertukaran sosial, yaitu:
1. aktivitas, sebagai perilaku aktual yang
digambarkan secara konkrit
2. interaksi, sebagai kegiatan yang mendorong
atau didorong oleh kegiatan orang lain
3. sentimen, sebagai kegiatan yang dilakukan
atas prakiraan subyektif dan akal sehat individu
Dari konsep ini ia
bergerak lebih jauh untuk menerangkan bagaimana konsep biaya dan imbalan
dalam struktur sosial.
Sosiolog Amerika
Peter Blau, mengembangkan teori pertukaran
yang lebih komprehensif, yaitu analisis pertukaran antar individu dalam
organisasi yang kompleks; bagaimana pertukaran di tingkat MIKRO
sebagaimana yang diterangkan oleh Homans dalam kebrojolan organisasi sosial
yang besar di tingkat MAKRO. Pertukaran-pertukaran
di tingkat individu ini membrojolkan institusi sosial, dan cara untuk
mengamati pertukaran sosial di tingkat mikro adalah dengan menggunakan
pendekatan-pendekatan psikologis individu seperti dukungan sosial, dan
sebagainya. Ia banyak berbicara tentang bagaimana pertukaran yang tak
seimbang menimbulkan dominasi sosial, strategi dalam pertukaran sosial,
dan bagaimana sebuah struktur kekuasaan menjadi stabil dan seimbang.
|
The
anthropologist respects history, but he does not accord it a special
value. He conceives it as a study complementary to his own: one
of them unfurls the range of human societies in time, the other
in space.
|
Claude Levi-Strauss
|
Only
social exchange tends to engender feelings of personal obligation,
gratitude, and trust; purely economic exchange as such does not.
|
Peter Blau
|
|