|
Motif
Usia ilmu sosial
adalah setua peradaban manusia, demikian pula riwayat sejarah salah satu
fundamennya, sosiologi - sebuah sains yang diharapkan menjadi dasar dari
ilmu sosial lain, seperti ekonomi, antropologi, ilmu politik, bahkan psikologi.
Begitu manusia mempertanyakan hal-hal tentang bagaimana berinteraksi dengan
orang lain, maka upaya sosiologi pun dimulai. Secara mendasar, sosiologi
merupakan studi ilmiah tentang kehidupan sosial manusia.
Terdapat begitu banyak
pertanyaan yang mendasari berdirinya ilmu sosial: bagaimana mungkin keteraturan
sosial dapat terjadi sementara setiap individu pada dasarnya adalah egois.
Mengapa kebutuhan sosial merupakan satu kebutuhan primer bagi manusia;
bahkan di tengah sumber daya yang sangat terbatas, manusia bisa memelihara
kehidupan sosialnya. Mengapa manusia cenderung untuk lebih bekerja sama
daripada saling mengkhianati satu sama lain?
Lalu bagaimana terjadinya
kerusuhan sosial dan peperangan? Ada yang mengatakan bahwa teraturnya
sistem sosial itu diawali dari kontrak sosial yang dibuat masyarakat banyak.
Namun bagaimana dan bila kontrak sosial itu runtuh? Mengapa seorang Hitler
bisa menggerakkan seluruh orang Jerman menjadi benci pada kaum Yahudi?
Bagaimana urusan rumah tangga dan emosi pribadi dapat meruntuhkan satu
dinasti?
Lebih populer lagi,
dalam berbagai literatur pop self-help, bagaimana bisa "memenangkan"
sistem sosial? Bagaimana konsep kepemimpinan yang baik dan bagaimana melakukan
manajemen atas bawahan bahkan atasan? Bagaimana kita mengetahui bahwa
perilaku kita sudah baik pada lingkungan sosial kita. Bagaimana mungkin
budaya barat berbeda dengan budaya timur? Mengapa di kebanyakan negara
Eropa orang jarang mempermasalahkan seks di luar nikah sementara di Indonesia
hal itu sangat tabu? Mengapa debat kampanye seorang calon presiden Amerika
Serikat cenderung menghujat dan menjatuhkan kandidat lain namun tidak
ada masalah setelahnya, namun hal tersebut tak terbayangkan akibatnya
jika terjadi di Indonesia? Bagaimana cara memasarkan produk agar masyarakat
menyukainya dan kemudian membelinya? Bagaimana membuat teman sebanyak
mungkin, dan mengapa hal itu perlu?
Mengapa ada orang
kaya dan ada orang miskin? Mengapa kita perlu sekolah dan belajar? Mengapa
kita harus bersalaman dengan tangan kanan dan bukannya tangan kiri? Mengapa
semua negara cenderung meninggalkan konsep diktator dan beralih ke demokrasi?
Bagaimana membuat masyarakat sejahtera? Mengapa ada orang yang jadi teroris?
Jika dilanjutkan,
maka pertanyaan-pertanyaan yang menjadi landasan pacu sosiologi ini akan
memenuhi lebih dari seluruh halaman-halaman homepage yang ada di
seluruh dunia. Itu sebabnya sosiologi menggembung, ia merambah kemana-mana.
Dan hari ini, pembagian yang ada di perguruan-perguruan tinggi terasa
tak cukup. Karena tatkala seseorang perlu membuka sebuah kawasan terpencil
untuk jadi kawasan pertambangan, ia akan memikirkan aspek sosialnya. Tatkala
sebuah pemerintah merasa perlu membangun sebuah bandara internasional,
maka ia bisa kaget jika kemudian melihat anak-anak daerah itu lupa dengan
bahasa daerahnya, dan seterusnya, karena sosiologi akan menyentuh apapun
yang berhubungan dengan masyarakat.
Beda! Sama!
Sosiologi adalah
sains. Tapi samakah ia dengan fisika atau biologi, misalnya? Sebagai ilmu,
sosiologi dan sains lain sama. Sama karena semua ilmu bertugas sebagai
wiracarita, pencerita. Ilmuwan adalah mereka yang bercerita atas fenomena
yang dialaminya. Ceritanya memiliki plot, bernama metode ilmiah. Dimulai
dengan merumuskan masalah apa yang hendak ditelaah, lalu membuat dugaan-dugaan,
lalu mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dari struktur masalah tersebut
bersama dugaan-dugaannya, mengajukan model-model yang menggambarkan struktur
permasalahan tersebut, lalu menguji modelnya dengan percobaan, studi kasus,
dan sebagainya. Dari percobaan yang berulang-ulang ia mengamati pola yang
ditemukan. Akhirnya, ia kemudian mendongengkan hasil pekerjaannya tersebut
dalam bentuk teori-teori. Itu yang dilakukan fisikawan, biolog, hingga
sosiolog. Di kemudian hari, nanti ada wiracarita lain yang mungkin membantah
ceritanya lengkap dengan bukti-bukti yang ada. Dengan demikian teori tersebut
diuji kebenarannya. Demikian seterusnya hingga akhirnya sekarang kita
sudah tahu cerita mana yang betul dan mana yang keliru. Inilah sains.
Semua orang bebas bicara asal sesuai dengan bukti. Inilah teori yaitu
cerita terstruktur berlandaskan metode atas fenomena.
Perbedaanya tentu
hanya di obyek yang akhirnya tentu akan membedakan cara mendekati obyek.
Jika fisika berbicara soal elektron, sosiologi berbicara soal manusia,
jika kimia berbicara soal reaksi kimia, maka sosiologi berbicara soal
interaksi antara manusia, dan jika biologi bicara konservasi alam, maka
sosiologi berbicara soal kelanggengan sistem sosial.
Sederhana dan rumit!
Mana lebih mudah
mempelajari sosiologi atau fisika? Ahli matematika dan filsafat kesohor,
Bertrand Russel, pernah mengatakan bahwa
ia tidak melanjutkan pendidikan ekonominya karena ia merasa ekonomi terlalu
mudah. Ahli Fisika kesohor, Max Planck, pernah
mengatakan bahwa ia takut bicara sosial dan ekonomi, karena ia merasa
ilmu sosial dan ekonomi luar biasa sulitnya dibanding fisika.
Mana yang benar?
Anak-anak SMA akan menunjuk sosiologi sebagai ilmu yang lebih mudah. Ada
pembagian yang mendasarinya dan mengujarkan sosiologi ilmu non-eksakta
dan fisika ilmu yang eksakta. Ada prestise di kalangan calon mahasiswa
untuk masuk ke jurusan eksakta di perguruan tinggi. Mengapa ada dua pendapat
dari dua pakar matematika ini? Mengapa anak SMA cenderung lebih setuju
dengan Russel dan jarang menyepakati Planck? Karena ilmu sosial, termasuk
ekonomi seringkali diperlakukan orang seperti memperlakukan cerita komik.
Anything can be true! Selesai dibaca ya sudah, bisa berbicara tentang
isi cerita komik itu. Padahal, jika semua wiracarita sosiologi ketat memperlakukan
sosiologi seperti wiracarita fisika, maka jelas keduanya tak saling lebih
mudah pun tak lagi lebih sulit. Itu yang memotivasi pembentukan web ini.
Penajaman ilmu sosial
adalah kunci mengatasi masalah sosial, sama seperti penajaman mekanika
adalah kunci keberhasilan masalah fisika. Jika fisika Isaac
Newton gagal menerangkan tentang benda berkecepatan cahaya, maka
kita pikirkan konsep fisika baru yang bisa menerangkannya, alhasil, fisika
relativistik. Demikian juga, jika ekonomi gagal menerangkan pengentasan
krisis ekonomi, maka kita harus pikirkan konsep ekonomi baru yang bisa
mengatasinya.
|
|